Sebelum berbicara tentang
pendekatan yang dilakukan dalam
pembelajaran pendidikan agama islam ,kita harus memperhatikan hal-hal
apa sajakah yang harus dipertimbangkan
dalam kegiatan pembelajaran secara umum.
Sebagaimana yang dikatakan oleh
Gordon Dryden dan Jeannette Vos”Revolusi yang sebenarnya bukan hanya soal
persekolahan melainkan soal pembelajaran,menemukan cara belajar ,cara berpikir
dan tehnik tehnik baru yang dapat diterapkan pada masalah dan tantangan apapun
untuk semua tingkatan usia”[1]
Untuk mencapai masyarakat
pembelajar ,menurut Gordon Dryden ada tiga belas langkah yang satu sama lain
saling berkaitan ,yaitu :
- Peran baru komunikasi elektronik.
Bagaimanapun juga sekarang ini kita hidup diera pertama
sepanjang sejarah manusia ketika setiap orang dapat berkomunikasi dengan siapa
saja secara mudah.kini adalah era pertama,ketika anak-anak lebih menguasai
teknologi dominan dibanding para guru dan orang tua, revolusi gabungan internet
komputer world wide membentuk generasi baru –lebih dahsyat dibandingkan
revolusi yang dipicu oleh temuan percetakan ,radio,mobil dan televisi.
Tapscot mengingatkan bahwa masyarakt ,perusahaan,dan
bangsa yang berhasil dalam ekonomi baru adalah mereka yang memperdulikan
anak-anak mereka,sehingga dia mengajak untuk untuk memberi anak-anak alat-alat
yang mereka perlukan,dan mereka akan menjadi sumbr petunjuk satu-satunya
tentang cara membuat sekolah yang berhasil dalam ekonomi baru ini adalah cara membuat sekolah yang relevan dan efektif.[2]
- Pelajaran komputer dan internet.
Pada abad 21 komputer dan internet adalah seperti halnya
telepon bagi abad 20 bahkan lebih dahsyat lagi.
- Perlunya perombakan dramatis dalam pendidikan orang
tua.
Rumah adalah tempat pendidikan pertama bagi anak,terama
pada tahun-tahun pertama pertumbuhannya.
4. Prioritas
layanan kesehatan bagi anak-anak.
Tahun-tahun pertama sangat penting untuk pembelajaran ,yaitu sembilan bulan
sebelum kelahiran dan lima tahun pertama adalah sangat penting bagi kesehatan.
5 .Program pengembangan anak-anak.
Program pengembangan anak harus menjadi prioritas utama.
- Kita dapat mengejar ketinggalan pada usia berapa
saja. Kebanyakan teknik pembelajaran baru dapat juga digunakan secara
efektif bagi pembelajaran untuk orang dewasa.
- Melayani setiap gaya belajar individu.
Sebagaimana dikatakan oleh Barbara Prashing dalam The
Power of Diversity “Orang disegala usia sebenarnya dapat belajar apa saja jika
mereka melakukannya dengan gaya unik mereka,dengan kekuatan pribadi mereka
sendiri.”[3]
- Belajar tentang cara belajar dan cara berpikir.
Mata pelajaran harus membentuk inti dari
persekolahan,masing-masing diintegrasikan kedalam seluruh pelajaran,belajar
tentang cara belajar dan cara berpikir, yang pertama berarti mempelajari cara
kerja otak bekerja, cara memori bekerja ,cara kita menyimpan informasi ,mengambilnya
,menghubungkannya dengan konsep lain dan mencari pengetahuan baru ,kapanpun
anda memerlukannya dengan cepat. Menurut Vernon A.Magnesen mengklasipikasikan
konsep kerja pembelajaran sebagai
berikut :
10 % dari apa yang kita baca,20% dari apa yang kita
dengar,30 % dari apa yang kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar,
70 % dari apa yang kita katakan , 90 % dari apa yang kita katakan dan alakukan.[4]
Selain dari unkapan yang tersebut diatas ,juga terdapat
hal yang menarik untuk disimak dan dipikirkan oleh guru, tertuama guru
pendidikan agama islam, sebagaimana diungkapkan oleh Dorothy Law Notte yang
berbunyi :
Anak belajar dari kehidupannya. Dengan rincian :
Jika anak dibesarkan dengan celaan,ia belajar memaki.jika
anak dibesarkan dengan permusuhan ,ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan
dengan ketakutan ,ia belajar gelisah. Jika anak dibesarkan dengan rasa iba. Ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok
,ia belajar rendah diri. Jika anak di besarkan dengan iri hati, ia belajar
kedengkian. Jiak anak dibesarkan dengan dipermalukan ,ia belajar merasa
bersalah. Jika anak dibesarkan dengan dorongan ,ia belajar percaya diri. Jika
anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika nak dibesarkan
dengan pujian,ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai. Jika anak
dibesarkan dengan dukungan,ia belajar menyenangi diri. Jika nak dibesarkan
dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan. Jiak anak dibesarkan dengan
kejujuran dan keterbukaan, ia belajar dengan kebenaran dan keadilan. Jika anak dibesarkan dengan
rasa berbagi ,ia belajar kedermawanan. Jika anak dibesarkan dengan
rasa aman ,ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan persahabatan,ia
belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Jika anak dibesarkan dengan
ketenteraman ,ia belajar berdamai dan pikiran.[5]
- Apa yang seharus diajarkan di sekolah
Menurut Pestalloza ,seorang Swiss pengikut Rouseau
berpendapat bahwa indra harus dilatih
melalui beberapa tahap belajar dengan latihan-latihan formal lalu memadukannya
dengan gagasan sendiri.
10. Belajar dengan
empat tingkat
Mata pelajaran apapun
yang diambil siswa, tolok ukur sesungguhnya dalam sistem pendidikan masa
depan adalah seberapa besar kemampuannya dalam membangkitkan gairah belajar secara
menyenangkan.
pendekatan ini akan mendorong setiap siswa untuk
membangun citra diri positif yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan mereka.dalam setiap sistem yang terbukti berhasil yaitu citra diri
ternyata lebih penting dari pada materi pelajaran.
- Keempat tingkatan pembelajaran yang dimaksud adalah Citra diri dan perkembangan pribadi.
- Pelatihan keterampilan hidup
- Belajar tentang cara belajar dan cara berpikir
- Kemampuan akademik,fisik, artisti k yang spesifik.
Setiap aspek dapat disatupadukan untuk saling mendukung
dan melengkapi.
11. Tiga tujuan belajar.
a. Mempelajari
keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesipik. Anda
dapat melakukannya dengan lebih cepat.lebih baik dan mudah.
b. Mengembangkan kemampuan konseptual umum –mampu belajar
menerapkan konsep yang yang sama atau
yang berkaitan dengan bidang bidang
lain.
c. Mengembangkan
kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala
tindakan kita.
12. Dimana seharusnya kita mengajar.
Sekolah dijadikan pusat belajar seumur hidup,pusat
pendidikan orang tua,dan ditekankan bahwa sebagian besar orang yang paling baik
belajar melalui seluruh indra,betapa mengagumkan hasilnya jika semua masyarakat
memikirkan kebutuhan belajarnya dan mulai mendesain ulang bentuk sekolah untuk
memenuhi kebutuhan itu.
13. Berpikir terbuka dan komunikasikan dengan jernih.
Siapapun harus selalu membuka pikiran dan mengkomunikasikan capaian penelitian secara
faktual,jujur dan jelas.
Dari tiga belas hal yang dikemukakan oleh Gordon &
Dryden diatas dapat kita tarik pemahaman
bahwa sikap manusia dapat menjadi
positif jika dihadapkan pada lingkungan yang diberi rangsangan positif ataupun sebaliknya.
Memperhatikan gaya belajar siswa kebanyakan yaitu Haptik Kinestetik 37 persen, yaitu
belajar dengan bergerak,menyentuh,menyeluruh
dan melakukan.
Auditorial 34
persen,yaitu dengan suara musik,dan Visual 29 persen ,yaitu belajar melalui
gambar [6]-
Memperhatikan uraian yang dikemukakan diatas ,maka
kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik,
peserta didik dengan guru, lingkungan,
dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi
dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud
dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan
berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang
perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Kegiatan pembelajaran
disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar
dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
Kegiatan pembelajaran memuat
rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan
untuk mencapai kompetensi dasar.
b. Penentuan urutan kegiatan
pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.
Rumusan pernyataan dalam
kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan
pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
Merumuskan Indikator Pencapaian
Kompetensi
Indikator merupakan penanda
pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat
diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai
dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi
daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
Pendekatan merupakan cara
pandang dan tindakan nyata yang dilakukan untuk memecahkan masalah belajar,
sumber belajar, dan cara siswa belajar agar konpetensi dasar dapat dicapai
siswa secara maksimal. Pendekatan apapun yang digunakan dalam KBM Pendidkan
Agama Islam, diharapkan dapat memberikan peran kepada siswa sebagai pusat
perhatian dan kegiatan belajar mengajar. Tugas dan peranan guru dalam
pembentukan pola KBM di kelas bukan ditentukan oleh metodik “apa yang akan
dipelajari” siswa, melainkan pada “ siswa bisa apa” setelah kegiatan belajar
mengajar. Karena itu pertanyaan guru adalah
“kemampuan apa yang dipelajari siswa“ dan “bagaimana merekayasa, menyediakan dan
memperkaya pengalaman belajar siswa”. Pengalaman belajar diperoleh melalui
serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi secara aktif dan efektif terhadap
lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
diciptakan dalam KBM, baik
sebagai sumber belajar yang direncanakan maupun yang dimanfaatkan atau dengan
memanfaatkan nara sumber lain.
A. Pendekatan Pembelajaran
Ada beberapa pendekatan yang
dapat dijadikan acuan dalam merancang
dan mengembangkan KBM Pendidikan Agama Islam , yaitu:
1. Pendekatan keimanan/spiritual: pembelajaran yang
dikembangkan dengan mengelolah rasa dan kemampuan beriman peserta didik
melaui pengembangan kecerdasan spiritual
(ES) dalam menerima, menghayati, menyadari, dan mengamalkan nilai-nilai dan
ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari sehingga memilki iman yang cerdas,
matang, dan dewasa atau menjadi hambah yang beriman dan bertaqwa dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya melalui Penyadaran bahwa Tuhan Allah sebagai
sumber kehidupan makhluk sejagat ini.
2. Pendekatan pengalaman, proses pembelajaran yang
dikembangkan dengan paradigma pedagogik
reflektif yag lebih mengutamakan aktivitas siswa untuk menemukan dan memaknai
pengalamannya sendiri dalam menerima dan mengamalkan nilai-nilai dan ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya melakukan refleksi pengalaman keagamaan
setiap mengawali pelajaran
3. Pendekatan emosional, pembelajaran yang dikembangkan dengan
mengembangkan kecerdasan emosional (EQ) peserta didik dalam menerima,
menghayati, menyadari, dan mengamalkan nilai-nilai dan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari. Kecerdasan emosi memiliki lima unsur yaitu kesadaran
diri (self- Awareness), pengaturan diri (self-Regulation),
motivasi(Motivation), empati (Empathy), dan keterampilan social (social skill)
. Misalnya melalui mengembangkan motivasi dan rasa empati amal social atau
akhlak terhadap orang yang berkekurangan
4. Pendekatan rasional, pembelajaran yang dikembangkan dengan
memberikan peranan akal (rasio) sesuai tingkat perkembangan kognitif atau kecerdasan intelektual (IQ)
peserta didik dalam menerima, menghayati, menyadari, dan mengamalkan
nilai-nilai dan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, Misalnya melalui
penalaran moral dalam menentukan sikap/akhlak berbakti kepada orang tua
5. Pendekatan keteladanan, adalah pembelajaran yang
dikembangkan dengan memberikan peranan figure personal sebagi pewujud
nilai-nilai ajaran Islam, agar siswa dapat melihat, merasakan, menyadari,
menerima, dan mencontoh untuk mengamalkan nilai-nilai yang dipelajari. Figur
personal di sekolah adalah guru PAI dan semua warga madrasah, sedangkan di
rumah adalah orang tua dan seluruh anggota keluarga untuk dijadikan acuan atau
sumber belajar dalam mewujudkan kepribadian beragama seorang. Misalnya, figure
guru yang menampilkan kepribadian sopan, ramah, pandai, rapih, bersih, taat
beribadah dsb.
6. Pendekatan Pembiasaan adalah pembelajaran yang dikembangkan
dengan pemberian peran terhadap konteks/lingkungan belajar (disekolah maupun
luar sekolah) dalam membangun mental (mental building) dan membanguan
komuninitas/masayarkat (community building) yang islami sesuai kesanggupan siswa dalam mengamalkan dan
mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan
belajar yang ada disekitar siswa diupayakan, direkayasa, dan diciptakan untuk
dapat mendukung siswa dalam berlatih, mencoba, praktik, dan terbiasa
berperilaku baik yang sesui dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran
agama Islam. Misalnya pembiasaan 4 S (Senyum, Salam, Sapa, dan Santun) di
madrasah setiap bertemu orang.
7. Pendekatan Fungsional adalah pembelajaran yang dikembangkan
dengan pemberian peran terhadap kemampuan untuk menggali, menemukan, dan
menunjukkan nilai-nilai fungsi tuntunan dan ajaran agama sebagai pedoman hidup
dalam menjawab dan memecahkan persoalan kehidupan manusia. Misalnya menunjukkan
fungsi agama dalam mengatur kehidupan bertetangga
Disamping pendekatan tersebut
diatas dalam merancang dan mengembangkan kegiatan belajar mengajar Aqidah
Akhlak juga perlu mengacu pada beberapa pendekatan belajar dan pembelajaran
secara umum sebagai berikut:
1. Empat Pilar Pendidikan, adalah pembelajaran yang
dikembangkan dengan menyatukan empat pilar pendidikan, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know),
belajar untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri
(learning to be), dan belajar untuk hidup bersama /kebersamaan (learning to
live together).
2. Inkuiri dan descovery, adalah pembelajaran yang dikembangkan
dengan pemberian peran siswa sebagai
young scientist” (peneliti muda), ia selalu ingin mengetahui karena rasa
keingintahuan (curiousity) yang besar untuk mencari dan menemukan kebenaran
nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan. Misalnya dengan di keembangkan
pertanyaan-pertanyaan yang beragam, seperti “apa, mengapa, bagaimana, dan
bagaimana jika …….. siapa, untuk apa” terhadap fakta/peristiwa yang ada di
sekitar kehidupannya
3. Konstruktivistik, adalah pembelajaran yang dikembangkan
dengan pemberian peran terhadap siswa sebagai pembangun gagasan, pengetahuan, dan nilai yang bermakna melalui
interaksinya dengan ayat-ayat qauliyah
(bersumber dari al-Quran dan al-Hadist), kisah, sirah nabawiyah dan ayat-ayat
qaunniyah (lingkungan, peristiwa, informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni/budaya di sekitar siswa dalam mewujudkan aqidah dan akhlak
dalam kehidupan sehari-hari. MIsalnya melalui diskusi, pembuktian, demontrasi,
dan kegiatan praktis dalam mempertajam gagasan dan penghayatan nilai-nilai
ajaran Islam
4. Pemberi Nilai Agama terhadap
Sains, Lingkungan, Teknologi Dan Masyarakat (Salingtemas), adalah
pembelajaran yang dikembnagkan dengan pemberian peran Pendidikan agama
berfungsi sebagi sumber nilai bagi perkembangan Science, Environment,
Technology And Society (SETS). Melalui
klarifikasi nilai terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan
dampaknya bagi lingkungan alam, budaya, dan peradaban umat manusia sehingga
dapat menentukan pilihan sikap beragama secara benar sesuai ajaran Islam.
Misalnya klrifikasi jenis produk, identifikasi nilai-nilai yang terkandung,
menemukan dampak positif dan negatifnya, menentukan sikap/pilihan nilai yang
akan dilakuakan
5. Demokratisasi, adalah adalah suatu bentuk upaya pembelajaran
yang menjadikan madrasah sebagai pusat
kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Pembelajaran
yang demokratis dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan
terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan
memperhatikan keragaman peserta didik. Misalnya siswa diposiiskan sebagai
subjek yang sama dalam hal belajar dan dihargai sesuai kemampuanya. Suasana
belajar mengajar akrap, terbuka, menyenangkan, saling menghormati dan
menghargai. Tidak kaku, tegang, tugas
tidak seimbang, perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi
pasif, tidak berkembang tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan.
6. Membangun Jaringan Pengetahuan, adalah upaya membantu siswa
melakukan pengelolahan informasi yang
diterima dengan baik sehingga membentuk
suatu pemahaman yang sistematis. Misalnya dengan strategi pengorganisasian dan pengintegrasian isi
materi melalui analogi, diskusi elaboratif, dan pengklasifikasian. Seperti
analog kasih Ibu bagaikan sang Surya. Diskusi elaboratif peran, fungsi, jasa
ibu, klasifikasi nilai kasih Ibu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar