Paradigma Student-Centered
Learning
Paradigma pembelajaran berbasis
student center ini mengembang menjadi paradigma pendekatan belajar mutakhir,
menggeser kebiasaan lembaga pendidikan tradisional yang cenderung menempatkan
dosen sebagai pusat kegiatan
(Teacher-Centered Learning). Umum terjadi, dosen yang terlihat sangat aktif di
ruang kuliah dan menjadi subjek dominan dalam proses pembelajaran, sementara peserta
didik menjadi partisipan pasif, yakni hanya mendengar dan menerima dari
dosennya tanpa ada unsur kreatifitas.
Kecenderungan ini berkaitan juga dengan
implikasi lebih lanjut dari banking concept of education; dosen lebih
menekankan pada memorisasi, menekankan hafalan ketimbang pemikiran kritis.
Sehingga peserta didik yang baik menurut sistem pembelajaran seperti ini adalah
anak yang penurut, tidak kritis serta mematuhi aturan yang sudah ada.
Sementara pembelajaran berbasis
student center dalam implementasinya, menempatkan peserta didik sebagai pusat
belajar, peserta didik harus lebih aktif beraktivitas untuk membangun suatu
pemahaman, keterampilan, dan sikap/prilaku tertentu (active learning).
Aktivitas peserta didik penjadi penting ditekankan karena belajar itu pada
hakikatnya adalah proses yang aktif di mana peserta didik menggunakan pikirannya untuk membangun
pemahaman (constructivism approach).
Model pembelajaran ini selalu melibatkan peserta
didik dalam proses pembelajaran dengan dibantu dosen sebagai fasilitator dan
pembimbing peserta didik. Para pengusung konsep ini menganggap bahwa
pembelajaran adalah sebuah tindakan seseorang
yang mencoba untuk membantu orang lain
mencapai kemajuan dalam berbagai aspek
seoptimal mungkin sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.
Fokus pembelajaran model ini adalah memberikan pengalaman belajar bagi peserta
didik seluas mungkin.
Peserta didik tidak lagi cukup
belajar hanya dengan sekedar menyerap dan menghafal secara verbal pengetahuan
yang dituangkan oleh dosen (transfer of knowledge). Potensi otak manusia tidak
hanya dapat difungsikan untuk menghafal dan mengingat, tetapi juga untuk
mengolah informasi yang diperoleh dan membangun pengertian-pengertian baru.
Inilah yang lazim disebut dengan istilah keterampilan mengolah informasi.
Dengan diaktifkan dalam proses
pembelajaran, peserta didik akan terlatih menggunakan kemampuan berpikirnya,
semakin lama semakin tinggi, semakin mampu memikirkan hal-hal yang abstrak dan
kompleks, hingga dapat menemukan gagasan-gagasan baru. Oleh sebab itu, esensi
pembelajaran aktif tidak terletak pada heboh dan gaduhnya kegiatan fisik peserta
didik, melainkan pada penggunaan tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Peserta
didik yang diam tak bersuara menganalisis sebuah teks misalnya, layak disebut
aktif dalam belajar, karena dia menggunakan seluruh kemampuan berpikirnya untuk
melakukan analisis dan menyusun kesimpulan. Kegiatan pembelajaran seperti ini
akan menyebabkan peserta didik mampu berpikir inovatif dan kreatif.
Penggunaan
aneka kegiatan pembelajaran akan memungkinkan dosen untuk melayani berbagai
gaya belajar yang dimiliki peserta didik dalam satu kelas, sebab gaya belajar
seseorang dapat dipastikan selalu berbeda dengan orang lain, entah sebagian
atau secara keseluruhan. Perbedaan ini dikarenakan kecenderungan kekuatan
setiap modalitas belajar peserta didik berbeda-beda, misalnya ada yang kuat
dalam persepsi auditif, visual, taktil, konatif atau gabungan beberapa
persepsi.
Demikian juga dengan mobilitasnya, ada peserta didik yang senang
belajar dengan diam memaku, sementara yang lain baru bias berkonsentrasi ketika
bebas bergerak. Dengan demikian, paradigma pembelajaran yang berbasis kepada peserta
didik dengan berbagai pendekatan pembelajaran dan memperhatikan gaya dan
modalitas belajarnya menjadi penting untuk didiskusikan.
Terima kasih telah membaca artikel ini sebagai lanjutan dari artikel sebelumnya,semoga bermanfaat dalam usaha mengembangkan profesionalitas dan kualitas pendidikan indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar